Kutai Kartanegara – Kuasa Hukum Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah, Muhammad Nursal merespon terkait informasi Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah telah menjabat dua periode, sehingga tak bisa mencalonkan diri kembali di Pilkada Tahun 2024 kelak.
Melalui rilisnya, Nursal memberikan beberapa paparan yang menepis spekulasi tersebut. Nursal menyatakan, ada baiknya untuk mencermati kembali putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bernomor 02/PUU-XXI/2023 yang berjudul “Aturan Masa Jabatan Dalam UU Pilkada Konstitusional”. Serta Ia meminta agar publik menilik kembali kasus serupa pada pemilihan kepala daerah lainnya.
“Bahwa dalam pertimbangan putusan a quo terdapat kalimat ‘yang dikuatkan kembali dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUUXVIII/2020’. Makna kata dikuatkan dalam Putusan MK Nomor 67 ini sejatinya sama dengan keadaannya Edi Damansyah dengan Hamin Pou dahulu sebagai Calon Bupati Bone Bolango (periode 2010 sd 2015).”
“Sehingga pernah menjalani masa jabatan sebagai pelaksana tugas Bupati selama 2 tahun 8 bulan 9 hari, dan menjalani masa jabatan sebagai bupati definitif selama 2 tahun 3 bulan 21 hari,” urainya.
Putusan a quo tersebut tidak menyatakan kalau Hanim Pou tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon bupati periode 2021 hingga 2026. Karena telah menjalani satu periode 2010-2015 dan satu periode lagi pada 2016-2021. Sekarang masih menjabat sebagai Bupati Bonebolango periode 2021-2026.
“Sekiranya MK menyatakan bahwa Plt juga harus dihitung sebagai satu kesatuan, maka sudah dapat dipastikan dalam pertimbangan putusan a quo akan menyatakan bahwa mahkamah mengalami pergeseran pendapat, tetapi yang ternyatakan justru hanya MENGUATKAN,” sambung Nursal.
Berdasarkan pertimbangan hukum dan amar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 22/PUU-VII/2009 yang kemudian dikuatkan dalam pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XVIII/2020, makna kata “menjabat” dimaksud telah jelas dan tidak perlu dimaknai lain selain makna dimaksud dalam putusan tersebut.
“Dengan demikian, kata “menjabat” adalah masa jabatan yang dihitung satu periode, yaitu masa jabatan yang telah
dijalani setengah atau lebih dari masa jabatan kepala daerah. Oleh karena itu, melalui putusan a quo Mahkamah perlu menegaskan bahwa yang dimaksudkan dengan masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih adalah sama dan tidak membedakan ”masa jabatan yang telah dijalani” tersebut, baik yang menjabat secara definitif maupun PENJABAT SEMENTARA, sebagaimana
didalilkan oleh Pemohon,” paparnya.
Nursal menegaskan bahwa nomenklatur penjabat sementara dengan pejabat sementara adalah dua hal yang berbeda.
Edi Damansyah dalam hal ini tidak pernah menduduki jabatan sebagai Penjabat Sementara sebagaimana dimaksud dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2016 tentang Cuti Di Luar Tanggungan Negara Bagi Gubernur Dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Serta Wali Kota Dan Wakil Wali Kota. Sehingga pembatasan yang dimaksud tidak mungkin berhubungan dengan kondisi jabatan yang pernah didudukinya sebagai Pelaksana Tugas.
Selain itu, Edi Damansyah bukan dilantik sebagai pelaksana tugas Bupati pada periode 2016-2021. Tetapi hanya melalui pengukuhan.
“Bila dihubungkan dengan naskah pengukuhan dan pakta integritas atas keadaannya dahulu Edi Damansyah pernah menduduki jabatan Plt Bupati, dengan pasal a quo, bukan terkualitifkasi sebagai pelantikan karena sama sekali dalam naskah pengukuhan dan pakta integritas dimaksud tidak terdapat lafal sumpah/janji,” tandasnya.
Nursal pun menyatakan bahwa sesungguhnya Edi Damansyah dapat mendaftar sebagai calon Bupati Kukar periode 2024-2022.